Lumajang, – Di tengah lanskap hijau kaki Gunung Semeru, ada kedai kecil yang lebih mirip ruang tamu warga desa daripada tempat komersial. Di situ, di Desa Kandang Tepus, Kecamatan Senduro, Pak Siswanto menyeduh kopi bukan sekadar untuk dijual tapi untuk dikenang.
Kopi yang ia tawarkan bukan kopi biasa. Ia menyebutnya kopi Lumajang, dengan karakter paling menonjol ‘bodi tipis, tapi rasa lengkap’.
“Biasanya kan kopi itu kalau bodinya ringan, ya rasanya juga tipis. Tapi yang ini beda. Rasa tetap kuat, bahkan lebih bersih,” ujar Pak Sis sembari memutar sendok kecil di cangkir tamunya, Minggu (13/7/25).
Baca juga: Tahun Ajaran Dimulai 14 Juli, Lumajang Luncurkan Kalender Pendidikan 2025/2026
Menurut Pak Sis, yang membedakan kopi Lumajang adalah kejernihan rasanya. Clean, tidak meninggalkan rasa getir di tenggorokan, dan tetap manis meski tanpa gula.
“Di tenggorokan masih ada rasa, tapi bukan rasa pahit pekak. Dia masih nyisa, lembut. Saya bilang ini ‘kopi yang bersih,” katanya bangga.
Baca juga: Rentan Kecelakaan, Pekerja Tambang Pasir Lumajang Dapat Perlindungan BPJS Ketenagakerjaan
Di sini bukan sekadar soal teknik penyeduhan. Tapi juga hasil dari kondisi tanah, ketinggian kebun, dan cara sangrai manual yang tetap dijaganya.
Di kedai Pak Sis, gula tidak otomatis masuk dalam seduhan. Ia justru disediakan terpisah. Sebuah langkah kecil untuk mengajak orang memahami bahwa rasa asli kopi Lumajang sudah cukup bicara.
“Yang bikin kopi itu nggak enak justru kadang pemanisnya. Kalau kopi yang bagus, tanpa gula pun sudah bisa dinikmati. Bahkan lebih nikmat,” ujarnya sambil menghirup uap dari cangkir putihnya.
Ia menambahkan, kebiasaan minum kopi “digunting” membuat masyarakat kehilangan hubungan dengan rasa asli kopi. Di sini, ia ingin mengembalikan keaslian itu.
Disamping itu, Pak Sis percaya, kopi Lumajang punya potensi besar. Tak kalah dari kopi-kopi populer dari Gayo, Toraja, atau Kintamani. Tapi tantangannya ada di branding dan edukasi.
“Sebenarnya kita punya. Tapi belum banyak yang memberanding. Kalau diseriusin, kopi ini bisa jadi andalan Lumajang,” katanya.
Kopi yang disajikan Pak Sis adalah hasil panen dari kebun-kebun kecil milik warga sekitar. Prosesnya lambat, dipetik manual, dijemur alami, dan disangrai dengan sabar. Semua itu menciptakan harmoni rasa yang sulit dicari di kopi cepat saji.
“Makanya saya bilang ini bukan cuma minuman. Ini cerita dari tanah, dari waktu. Dan itu terasa di setiap sesapan,” ujarnya pelan.
Tinggalkan Balasan