Lumajang, – Bukan hanya mengabdi, mahasiswa KKN Kolaboratif 92 Desa Tukum meninggalkan warisan kebersamaan lewat program Srawung Laisa yang jadi ruang baru warga untuk bersatu dan berekspresi.
Program ini menjadi bukti bahwa keberadaan mahasiswa di desa bisa membawa dampak sosial yang mendalam dan berkelanjutan.
Balai Desa Tukum, Kecamatan Tekung, Lumajang, berubah wajah pada Minggu malam (17/8/2025). Dalam rangka memperingati HUT ke-80 Republik Indonesia, suasana desa terasa berbeda dan lebih hangat dengan hadirnya Srawung Laisa singkatan dari Sesarengan Datheng Ing Balai Desa sebuah ruang kebersamaan yang digagas bersama antara mahasiswa KKN Kolaboratif 92 dan Pemerintah Desa Tukum.
Lebih dari sekadar acara seremonial, Srawung Laisa mengusung semangat guyub yang kini mulai terkikis oleh zaman.
Baca juga: Dari Limbah Jadi Berkah, Cerita Ibu-Ibu Lumajang Mengolah Pelepah Pisang Jadi Kertas Bernilai Jual
Di tengah derasnya arus individualisme dan digitalisasi, program ini berhasil menghidupkan kembali budaya berkumpul, saling menyapa, dan merayakan kebersamaan secara langsung.
“Balai Desa ini harus hidup, harus menjadi rumah kedua bagi warga. Melalui kegiatan ini, kita buktikan bahwa dari desa, semangat kebersamaan dan persatuan bangsa terus tumbuh,” tegas Kepala Desa Tukum, Susanto atau yang akrab disapa Cak Santo, saat dikonfirmasi Senin (18/8/25).
Baca juga: Sarung dan Kopyah Merah Putih, Nasionalisme yang Membumi dari Santri Lumajang
Kolaborasi ini lahir dari dialog terbuka antara mahasiswa KKN dan pihak desa yang sepakat bahwa kemerdekaan bukan hanya diperingati lewat lomba dan upacara, tapi juga dengan mempererat hubungan sosial antarmasyarakat.
Acara dimulai selepas ba’da Isya dan dihadiri ratusan warga dari berbagai kalangan usia. Mereka menikmati sajian kuliner lokal di bazar UMKM, berfoto di photobooth tematik, hingga duduk santai sembari menikmati musik akustik.
Tak hanya itu, disediakan pula layanan cek kesehatan gratis, bentuk kepedulian terhadap kesejahteraan warga.
Koordinator Desa KKN Kolaboratif 92, Farras Avrilla Daffa Wahyudi, menyebut bahwa Srawung Laisa dirancang sebagai program yang tidak berhenti setelah KKN selesai.
“Kami ingin meninggalkan sesuatu yang bisa dilanjutkan warga. Program ini bukan sekadar kegiatan satu malam, tapi harapannya jadi budaya baru yang terus tumbuh,” ujarnya.
Tinggalkan Balasan