Lumajang, – Di balik keindahan alam dan dinamika pembangunan modern, Kabupaten Lumajang menyimpan warisan sejarah yang tak ternilai, candi-candi peninggalan masa lalu yang menjadi saksi bisu kejayaan peradaban Nusantara.
Di tengah arus modernisasi, keberadaan Candi Agung dan Candi Gedong Putri menjadi pengingat bahwa bangsa ini memiliki akar budaya yang dalam dan megah.
Candi bukan sekadar struktur batu yang berdiri dalam keheningan. Ia adalah simbol pengetahuan, spiritualitas, dan teknologi masa lampau yang membentuk jati diri bangsa hari ini.
Candi Agung yang terletak di Kecamatan Randuagung dan Candi Gedong Putri di Dusun Selorejo, Desa Kloposawit, Kecamatan Candipuro, adalah dua dari sedikit peninggalan bersejarah yang masih aktif dirawat di Lumajang.
Menurut Aries Purwanty, Tenaga Teknis Arkeologi dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Lumajang, kedua candi tersebut secara rutin mendapatkan alokasi anggaran perawatan dari Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XI (BPKW XI).
Baca juga: Pemerintah Siapkan Jembatan Semi Permanen, Harapan Baru untuk Warga Empat Desa Lumajang
“Untuk anggarannya tetap berjalan sampai sekarang, baru dua candi itu yang dapat biaya perawatan dari BPKW XI,” jelas Aries pada Sabtu (20/9/25).
Pelestarian candi bukan hanya soal menjaga warisan fisik. Candi adalah penopang identitas bangsa dan sarana edukasi sejarah yang hidup. Arsitektur, relief, dan struktur bangunan mencerminkan kemajuan ilmu pengetahuan, nilai spiritual, hingga filosofi hidup masyarakat masa lalu.
Kini, dengan perawatan yang berkesinambungan, Candi Agung dan Candi Gedong Putri tampil lebih bersih, rapi, dan kokoh. Tak hanya menarik minat wisatawan lokal dan peneliti, keberadaan candi juga mulai dimanfaatkan sebagai ruang belajar terbuka bagi pelajar dan generasi muda untuk mengenal sejarah bangsanya secara langsung.
Baca juga:Temuan 9 Kasus Campak, Dinkes Kota Malang Langsung Lakukan Pelacakan dan Survei Lokasi
“Pelestarian ini juga sebagai bentuk edukasi, karena generasi muda perlu tahu bahwa kita punya akar budaya yang luar biasa. Ini bisa jadi cara membangun rasa bangga dan cinta tanah air,” tambah Aries.
Namun, perhatian terhadap peninggalan sejarah di Lumajang belum merata. Masih ada situs penting lain seperti Situs Biting, yang meskipun mendapat alokasi khusus dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur karena statusnya sebagai cagar budaya strategis, tetap membutuhkan perhatian dan dukungan publik agar tidak hilang ditelan waktu.
Cagar budaya seperti ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah. Kesadaran kolektif masyarakat dalam menjaga kebersihan, tidak merusak, serta aktif mendukung pelestarian, menjadi faktor penting dalam menjaga warisan ini tetap hidup.
Menjaga candi bukan semata upaya mempertahankan artefak masa lalu. Ini adalah bentuk penghormatan pada leluhur, sekaligus upaya menjaga jati diri bangsa. Candi adalah simbol keberadaan dan kejayaan peradaban yang pernah hidup di tanah Nusantara. Jika tidak dijaga, bangsa ini akan kehilangan bagian penting dari dirinya sendiri.
Lumajang, dengan seluruh potensinya, bisa menjadi contoh bagaimana sejarah tidak hanya menjadi memori diam, tetapi juga inspirasi dan energi untuk masa depan. Pelestarian cagar budaya adalah investasi jangka panjang yang memberi manfaat tidak hanya secara historis, tetapi juga sosial, ekonomi, hingga pendidikan.
“Dengan semangat pelestarian ini, kita berharap generasi muda tidak hanya kenal sejarah dari buku, tetapi bisa melihat dan merasakannya langsung. Di situlah jati diri bangsa akan terus tumbuh,” pungkasnya.
Tinggalkan Balasan