Dari Perayaan Sakral Menuju Gerakan Ekonomi Rakyat
Piodalan atau hari jadi Pura Mandhara Giri Semeru Agung di Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang, tak lagi sekadar menjadi agenda spiritual umat Hindu. Perayaan tahunan ini tumbuh menjadi ruang ekonomi inklusif yang menghidupkan denyut perekonomian warga lereng Semeru.
Ribuan umat Hindu dari berbagai penjuru Indonesia memadati kawasan pura. Dalam suasana khusyuk dan semerbak dupa, geliat ekonomi lokal tampak nyata di sepanjang jalan dan halaman pura, lewat deretan lapak UMKM yang menjual aneka produk khas Lumajang dan sekitarnya—dari keripik singkong, rengginang, ting-ting jahe, hingga kain batik dan aksesori etnik.
UMKM Lokal Menemukan Panggungnya
“Di depan pura itu ada pasar, pusat oleh-oleh UMKM. Ada yang dari Senduro sendiri, tapi juga dari luar daerah seperti Bandung dan Malang. Ini jadi kesempatan besar bagi UMKM Lumajang,” kata Wira Dharma, Pengurus Harian Pura, Minggu (13/7/2025).
Menurut Wira, perayaan Piodalan kini tidak hanya menguatkan identitas budaya dan spiritual, tetapi juga membuka ruang transaksi yang lebih luas dan inklusif. Desa kini menjadi tempat jual-beli, kolaborasi, hingga peluang investasi berbasis tradisi.
“Dulu ekonomi hanya berputar di warga sekitar. Sekarang interaksinya luas. Ini ruang pertumbuhan yang nyata,” ujarnya.
Tradisi Sebagai Motor Inklusi Ekonomi
Tradisi yang dulu dianggap seremonial kini menjadi penggerak pembangunan desa. Salah satu pelaku UMKM, Riki, yang menjual keripik dan camilan khas Senduro, mengaku kewalahan melayani pembeli.
“Ramainya luar biasa. Produk saya dibanderol Rp7.500–Rp20.000, dan semuanya habis dalam sehari semalam,” ungkapnya.
Multiplier effect pun terasa hingga ke sektor lain. Penyedia parkir, toilet umum, hingga homestay warga kebanjiran tamu dan penghasilan tambahan. Roda ekonomi desa berputar cepat seiring kedatangan ribuan peziarah.
Menuju Ekosistem Ekonomi Berbasis Budaya
Melihat potensi yang terus tumbuh, pengurus pura berharap kawasan sekitar pura dapat ditata lebih baik agar pelaku UMKM memiliki ruang pamer permanen dan infrastruktur ekonomi yang mendukung.
“Kalau diberi ruang layak, UMKM bisa naik kelas. Kita ingin dari tradisi lahir transformasi,” ujar Wira.
Pemerintah daerah didorong untuk menjadikan perayaan keagamaan seperti Piodalan sebagai bagian dari agenda pembangunan ekonomi kerakyatan. Sebab di dalamnya terjalin pola partisipasi antara pelaku usaha mikro, masyarakat adat, dan wisatawan dalam satu ekosistem.
Tradisi sebagai Modal Sosial Masa Depan
Sinergi antara pelestarian budaya dan penguatan ekonomi desa menjadi kunci menciptakan ruang hidup yang berkelanjutan. Tradisi bukanlah beban masa lalu, tetapi sumber daya sosial yang dapat diolah menjadi kekuatan ekonomi masa depan.
Perayaan Piodalan di Senduro menjadi bukti bahwa ketika desa diberi ruang dan kepercayaan, ia mampu melangkah maju tanpa meninggalkan akar budayanya. Tradisi yang dijaga dengan baik justru menjadi simpul yang mempertemukan spiritualitas dan kesejahteraan.
Tinggalkan Balasan