Surabaya, – Satuan Reserse Narkoba (Satresnarkoba) Polrestabes Surabaya membantah keras isu yang menyebutkan adanya penerimaan upeti sebesar Rp 120 juta dari empat tersangka kasus narkoba yang diamankan pada Kamis (3/7/2025) lalu.
Isu tersebut menyebut bahwa uang suap diberikan sebagai pelicin untuk mengatur proses hukum keempat tersangka. Namun, Kanit Idik III Satresnarkoba Polrestabes Surabaya, Iptu Idham Malik, menegaskan bahwa tuduhan tersebut tidak berdasar dan merupakan fitnah yang tidak bisa dipertanggungjawabkan.
“Tidak ada transaksi uang dalam penanganan proses hukum terhadap para tersangka. Kami bisa buktikan prosesnya sudah berjalan sesuai prosedur yang berlaku. Ada dokumen semuanya dari pihak yang terlibat asesmen terpadu,” ujar Idham, Minggu (24/8/25).
Baca juga: Pemkot Surabaya Integrasikan Penertiban Supeltas dengan Program Padat Karya
Menurut Idham, pengungkapan kasus ini berawal dari laporan masyarakat. Polisi lebih dulu mengamankan tersangka berinisial EK. Berdasarkan hasil interogasi, petugas kemudian menggerebek sebuah rumah di kawasan Jalan Bulak Banteng, Surabaya. Di lokasi tersebut, tiga orang lainnya berinisial TT, AT, dan SR ditemukan tengah mengonsumsi sabu.
Barang bukti yang diamankan dari ketiga tersangka berupa satu pipet kaca, satu alat hisap sabu, dan tiga unit telepon genggam. Keempat orang tersebut kemudian dibawa ke Polrestabes Surabaya untuk proses penyelidikan lebih lanjut.
Baca juga: Kaesang Pangarep Siap Maju DPR RI dari Dapil Malang Raya di Pemilu 2029
Setelah pemeriksaan awal, ketiga tersangka (TT, AT, dan SR) menjalani asesmen oleh Tim Asesmen Terpadu (TAT), yang terdiri dari unsur kepolisian, Badan Narkotika Nasional (BNN), kejaksaan, dan tim medis. Hasil asesmen menyimpulkan bahwa ketiganya merupakan korban penyalahgunaan narkotika, bukan bagian dari jaringan pengedar.
“Ketiga orang itu tidak terlibat dalam jaringan peredaran narkoba. Sehingga dilakukan rehabilitasi terhadap TT, AT, dan SR. Sementara proses hukum terhadap EK terus berlanjut karena ada indikasi kuat ia merupakan pengedar,” jelas Idham.
Asesmen ini sesuai dengan ketentuan Pasal 127 UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 4 Tahun 2010, yang mengatur bahwa penyalahguna narkotika yang bukan pengedar berhak mendapatkan rehabilitasi medis dan sosial.
Menanggapi isu penerimaan uang Rp 120 juta, Idham menyebut pihaknya memiliki dokumen lengkap sebagai bukti bahwa semua proses dilakukan secara transparan dan sesuai aturan hukum. Ia juga menegaskan bahwa TAT bukan hanya terdiri dari kepolisian, melainkan juga melibatkan pihak eksternal yang independen.
“Proses asesmen oleh TAT ini sangat ketat dan semuanya serba transparan. Kami punya berbagai dokumen yang bisa dibuktikan. Tidak ada uang suap, tidak ada yang diatur-atur,” tegasnya.
Idham mengaku prihatin dengan beredarnya informasi bohong yang dapat mencemarkan institusi kepolisian. Ia memperingatkan bahwa jika isu ini terus disebarkan tanpa bukti valid, pihaknya tidak akan segan-segan mengambil jalur hukum terhadap penyebarnya.
“Kami akan mencari siapa yang menyebarkan informasi bohong tersebut. Jika tetap dihembuskan, terus terang kami akan mengambil upaya hukum agar ada pertanggungjawaban,” pungkasnya.
Tinggalkan Balasan