Lumajang, – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lumajang terus memperkuat upaya penanganan anak tidak sekolah dengan menyasar tiga segmen utama, yaitu anak yang Drop Out (DO), Lulus Tapi Tidak Melanjutkan (LTM), serta anak yang Belum Pernah Bersekolah (BPB).
Berdasarkan data verifikasi dan validasi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Lumajang, ketiga kelompok ini mencakup total 14.190 anak yang menjadi fokus utama dalam program pendidikan inklusif dan perlindungan anak.
Rinciannya, terdapat 3.561 anak dalam kategori Drop Out, di mana 1.851 anak telah terverifikasi, 1.142 anak masih dalam proses pendataan, dan 568 anak berhasil dikembalikan ke bangku sekolah. Untuk kategori LTM, dari 5.666 anak, 3.489 telah terverifikasi, 1.371 anak dalam proses pendataan, dan 806 anak sudah kembali melanjutkan pendidikan.
Sementara itu, pada kategori anak yang belum pernah bersekolah (BPB), jumlahnya mencapai 4.963 anak, dengan 1.585 anak telah terverifikasi, 1.301 anak dalam proses pendataan, dan 2.077 anak berhasil dimasukkan ke sistem pendidikan.
Kepala Bidang Perlindungan Anak dan Rehabilitasi Sosial Dinsos P3A Lumajang, Darno, menegaskan penanganan anak tidak sekolah tidak bisa dilakukan oleh pemerintah semata. Dibutuhkan sinergi lintas sektor agar program berjalan efektif dan menyentuh seluruh lapisan masyarakat.
Baca juga: Berawal dari Pesta Miras, Pemuda di Lumajang Dikeroyok Hingga Tak Sadarkan Diri
“Dinsos P3A sangat berkomitmen mencegah perkawinan anak dan membantu anak putus sekolah kembali bersekolah. Semua kebutuhan hidup sehari-hari mereka yang ingin kembali sekolah kami fasilitasi. Tapi yang terpenting adalah sinergi bersama semua pihak,” katanya, Rabu (24/9/25).
Guna mendukung efektivitas pendataan dan tindak lanjut, 198 desa dan 7 kelurahan di Lumajang telah diikutsertakan dalam aktivasi akun verifikasi dan validasi data (verval). Dari jumlah tersebut, 186 desa dan 7 kelurahan telah aktif, menandakan tingginya dukungan dari pemerintahan desa dalam menyukseskan program ini.
Baca juga: Harga Cabai di Surabaya Naik, Pemkot Sigap Jaga Kestabilan Harga Lewat Pengawasan dan Pasar Murah
Pendekatan yang digunakan dalam program ini bersifat humanis dan partisipatif. Anak-anak yang kembali ke sekolah tidak hanya diberikan bantuan pendidikan, tetapi juga difasilitasi dalam hal kebutuhan dasar, serta mendapat pendampingan psikologis jika diperlukan. Tujuannya, agar mereka merasa aman, diterima, dan termotivasi untuk kembali belajar.
Kolaborasi juga dilakukan melalui forum Focus Group Discussion (FGD) Genangutus Sekolah, yang mempertemukan pemerintah, aparat desa, guru, dan komunitas masyarakat untuk menyamakan persepsi dan strategi dalam menangani masalah putus sekolah secara holistik.
Tak hanya berfokus pada pendidikan, program ini juga berdampak pada penurunan angka perkawinan anak. Data dari Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama menunjukkan tren penurunan jumlah perkara dispensasi nikah di Pengadilan Agama Lumajang: dari 856 kasus pada 2022, menjadi 825 kasus pada 2023, dan menurun lagi menjadi 682 kasus pada 2024.
“Kesuksesan program ini bergantung pada kerja sama. Pemerintah tidak bisa berjalan sendiri. Dukungan masyarakat, guru, hingga desa sangat menentukan anak-anak bisa kembali ke bangku sekolah dan terhindar dari perkawinan dini,” tambah Darno.
Tinggalkan Balasan