Lika-Liku Panjang Masalah Pasir Lumajang: Potensi Besar, Tata Kelola Masih Kusut - Lensa Warta

Menu

Mode Gelap
EDITORIAL | Birokrasi Lemot, Anggaran Mandek, Moral ASN Rapuh: Saatnya Indah Masdar Lakukan Bersih-Bersih di Lumajang Bunda Indah: Santri Masa Kini Harus Jadi Pelopor Peradaban yang Berakar pada Moral dan Nasionalisme Bunda Indah Gaungkan “Nguri-Nguri Budaya Jawa”: Sekolah Jadi Ruang Cerdas yang Berakar pada Kearifan Lokal Santri Lumajang Gelar Aksi Damai: Meneguhkan Nilai Pesantren dan Etika Publik “Gema Berbaris” Lumajang: Mencetak Generasi Madrasah yang Cerdas, Religius, dan Nasionalis

Daerah · 18 Mei 2025 09:12 WIB ·

Lika-Liku Panjang Masalah Pasir Lumajang: Potensi Besar, Tata Kelola Masih Kusut


 Lika-Liku Panjang Masalah Pasir Lumajang: Potensi Besar, Tata Kelola Masih Kusut Perbesar

Lumajang, – Kabupaten Lumajang dikenal sebagai salah satu daerah penghasil pasir terbaik di Indonesia. Namun, di balik potensi besar itu, sektor pertambangan pasir di Lumajang terus dibayangi masalah yang tak kunjung usai.

Persoalan demi persoalan mencuat, mulai dari pungutan liar, tambang ilegal, hingga tata kelola yang dinilai carut-marut. Hingga pertengahan 2025, belum ada solusi tuntas yang benar-benar mampu mengurai benang kusut pertambangan pasir di wilayah ini.

Salah satu masalah paling mencolok adalah maraknya portal di sejumlah desa penghasil pasir. Portal-portal ini dipasang di jalan-jalan utama yang dilalui truk pengangkut pasir. Setiap truk yang hendak melintas diwajibkan membayar sejumlah uang, dengan dalih kompensasi debu atau dana perbaikan jalan desa.

Besaran pungutan bervariasi, mulai dari Rp 5.000 hingga Rp 20.000 per portal. Jika dijumlahkan, satu truk bisa mengeluarkan lebih dari Rp 100.000 hanya untuk membayar pungutan di sepanjang jalur dari lokasi tambang ke luar desa.

Kalau dihitung semuanya bisa mencapai lebih dari Rp 100 ribu jumlah tarikannya, untuk satu truk yang akan keluar dari lokasi tambang,” kata Ketua Himpunan Penambang Batuan Indonesia (HPBI) Lumajang, Jamal Abdullah.

Kata Jamal, pungutan liar ini sangat memberatkan penambang dan sopir truk. Harga pasir menjadi mahal di pasaran karena biaya-biaya tak resmi tersebut. Bahkan, besaran pungutan dari portal-portal ini jauh lebih tinggi dibandingkan pajak resmi yang ditetapkan pemerintah, yakni Rp 35.000 per truk.

Sementara pungutan liar bisa mencapai Rp 60.000 hingga Rp 100.000, bahkan di beberapa jalur seperti dari Jugosari ke Sumberwuluh, pungutan bisa tembus Rp 110.000 per truk.

“Saya sudah menyampaikan masalah ini kepada Bupati Lumajang. Bukan hanya harus diaudit pendapatan dari portal-portal ini, seharusnya ditertibkan juga portal-portal itu,” ungkapnya.

Untuk diketahui, masalah lain yang tak kalah pelik adalah maraknya tambang pasir ilegal. Banyak penambang menggunakan mesin sedotan tanpa izin resmi. Praktik ini tidak hanya merugikan negara karena tidak ada pemasukan pajak, tetapi juga menimbulkan kerusakan lingkungan yang serius.

Kata Jamal, Para pengusaha tambang di Lumajang sebenarnya menyatakan kesiapan untuk membayar pajak lebih tinggi, asalkan pungutan liar di jalanan benar-benar ditertibkan.

Mereka menilai, membayar pajak resmi jauh lebih jelas manfaatnya bagi pembangunan daerah ketimbang harus mengeluarkan uang untuk pungutan yang tidak jelas peruntukannya.

Jamal Abdullah bahkan optimistis, jika tata kelola diperbaiki dan pungutan liar diberantas, PAD dari pasir Lumajang bisa mencapai Rp 60 miliar per tahun, naik signifikan dari capaian saat ini.

“Kami lebih suka membayar pajak daripada membayar pungutan-pungutan yang ada sekarang ini. Karena pajak lebih jelas untuk kepentingan pembangunan Kabupaten Lumajang,” katanya.

Ketua Komisi C DPRD Lumajang, H. Zainal, menegaskan bahwa tambang tanpa izin harus segera ditutup. Ia juga menyoroti kebocoran dalam penjualan Surat Keterangan Asal Barang (SKAB) yang kerap terjadi, sehingga potensi pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor ini tidak pernah optimal.

“Kewenangan kami adalah merekomendasi langkah yang harus dilakukan. Dan hal ini akan segera kami lakukan demi meningkatnya PAD di Kabupaten Lumajang,” kata H. Zainal

Meski berbagai audiensi dan pertemuan telah digelar, para penambang menilai masalah ini sudah berlangsung lama dan belum juga terselesaikan. Penegakan hukum terhadap tambang ilegal dan pungutan liar kerap terkendala, bahkan upaya operasi penertiban sering bocor informasinya sebelum dilakukan3.

Pada akhirnya, sektor pasir hitam Lumajang masih terus bergulat dengan masalah klasik, pungutan liar, tambang ilegal, dan tata kelola yang belum optimal. Selama solusi konkret belum dijalankan secara konsisten, potensi besar pasir Lumajang akan terus terhambat oleh persoalan yang sama dari tahun ke tahun.

Artikel ini telah dibaca 46 kali

badge-check

Reporter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

Temuan Hidrogen Peroksida di Lokasi Pengolahan Limbah Tambang Emas Picu Kekhawatiran Warga

17 November 2025 - 16:00 WIB

Pengelolahan Tambang Emas di Lumajang Tak Kantongi Izin

17 November 2025 - 15:55 WIB

Limbah Tambang Emas Resahkan Warga Pasirian Lumajang

17 November 2025 - 15:47 WIB

Ini 9 Pelanggaran yang Diburu dalam Operasi Zebra Semeru 2025

17 November 2025 - 15:33 WIB

Kadin Lumajang Genjot Transformasi Digital Demi Ciptakan Desa Berdaya Saing di Tengah Persaingan Global

16 November 2025 - 16:54 WIB

Jika Disetujui, UMK Lumajang 2026 Berpotensi Tembus Rp 2,6 Juta

16 November 2025 - 11:03 WIB

Trending di Ekonomi