Surabaya, – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur mengungkap bahwa Ganjar Siswo Pramono, mantan Kepala Bidang Jalan dan Jembatan Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan Kota Surabaya, tak pernah sekalipun melaporkan penerimaan gratifikasi kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), meskipun diduga menerima uang sebesar Rp3,6 miliar selama periode 2016-2022.
“Selama menjabat, yang bersangkutan tidak pernah melaporkan penerimaan gratifikasi itu ke KPK,” kata Asisten Pidana Khusus Kejati Jatim, Saiful Bahri Siregar, dalam konferensi pers di Surabaya, Sabtu (12/7/25).
Baca juga: RPJMD Surabaya Fokus Turunkan Kemiskinan lewat Program Padat Karya
Saiful menjelaskan, gratifikasi tersebut diduga diberikan oleh beberapa pihak yang tidak disebutkan identitasnya. Sayangnya, hingga kini penyidik belum berhasil mengungkap siapa saja pihak pemberi gratifikasi itu.
Baca juga: Dispendik Surabaya Wajibkan Bahasa Jawa Setiap Kamis, Krama Inggil Masuk Modul Ajar Resmi
“Sampai saat ini kami tidak menemukan pihak pemberi kepada tersangka GSP. Ini jadi tantangan besar dalam pembuktian,” ujarnya.
Menurut Saiful, kasus gratifikasi umumnya memang sulit diungkap secara menyeluruh karena pemberi dan penerima kerap memilih bungkam. “Kalau kedua belah pihak mengakui, keduanya bisa dijerat pidana. Maka biasanya, pemberi akan menutup rapat informasi,” jelasnya.
Dalam penyidikan, Ganjar memang mengakui menerima gratifikasi, namun keterangan itu dinilai belum cukup kuat tanpa didukung bukti tambahan seperti waktu, tempat, atau bentuk transaksi yang lebih rinci.
“Tidak ada penjelasan yang detail di mana, kapan, dan bagaimana dia menerima uang tersebut. Sehingga kami kesulitan untuk membuktikan,” tambah Saiful.
Uang hasil gratifikasi tersebut, lanjut Saiful, digunakan oleh tersangka untuk investasi pribadi. Namun, jenis investasi dan alur keuangannya masih dalam pendalaman penyidik.
Ganjar Siswo Pramono kini resmi ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Rutan Kelas I Surabaya cabang Kejati Jatim. Ia dijerat dengan Pasal 12 B juncto Pasal 12 C juncto Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 3 juncto Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
“Ancaman hukuman minimal lima tahun penjara,” tutup Saiful.
Tinggalkan Balasan