Konflik Terbuka Bupati vs Wakil Bupati di Jember dan Sidoarjo, Pemerintahan Terancam Mandek - Lensa Warta

Menu

Mode Gelap
EDITORIAL | Birokrasi Lemot, Anggaran Mandek, Moral ASN Rapuh: Saatnya Indah Masdar Lakukan Bersih-Bersih di Lumajang Bunda Indah: Santri Masa Kini Harus Jadi Pelopor Peradaban yang Berakar pada Moral dan Nasionalisme Bunda Indah Gaungkan “Nguri-Nguri Budaya Jawa”: Sekolah Jadi Ruang Cerdas yang Berakar pada Kearifan Lokal Santri Lumajang Gelar Aksi Damai: Meneguhkan Nilai Pesantren dan Etika Publik “Gema Berbaris” Lumajang: Mencetak Generasi Madrasah yang Cerdas, Religius, dan Nasionalis

Politik · 1 Okt 2025 07:04 WIB ·

Konflik Terbuka Bupati vs Wakil Bupati di Jember dan Sidoarjo, Pemerintahan Terancam Mandek


 Konflik Terbuka Bupati vs Wakil Bupati di Jember dan Sidoarjo, Pemerintahan Terancam Mandek Perbesar

Jember, – Ketegangan politik di dua daerah di Jawa Timur kembali mencuat ke permukaan. Kali ini, konflik antara bupati dan wakil bupati di Jember dan Sidoarjo menjadi sorotan publik, setelah Wakil Bupati Jember Djoko Susanto secara terbuka melaporkan Bupati Muhammad Fawait ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Wakil Bupati Sidoarjo Mimik Idayana mengaku tidak dilibatkan sama sekali dalam pengambilan kebijakan strategis oleh Bupati Subandi.

Situasi ini memunculkan kekhawatiran akan tersendatnya jalannya pemerintahan di kedua daerah tersebut. Konflik internal di pucuk pimpinan daerah tidak hanya mencerminkan disharmoni politik, tetapi juga berdampak langsung terhadap pelayanan publik dan kinerja birokrasi.

“Kasus di Jember dan Sidoarjo hanyalah contoh terbaru dari buruknya relasi politik pasca pilkada. Ketidakharmonisan ini sangat merugikan masyarakat,” kata Mohammad Toha, Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PKB, Rabu (1/10/2025).

Baca juga: Viral! Pengakuan Wabup Jember Tuai Respon KPK: Dugaan Korupsi Diselidiki

Toha menyebut konflik ini sebagai “puncak gunung es” dari persoalan yang lebih dalam, yakni ketidakselarasan peran dan komunikasi antara kepala daerah dan wakilnya. Ia menegaskan, kondisi ini telah menyebabkan tarik-menarik kepentingan dan membuat pejabat daerah terbelah antara dua kubu.

Baca juga:Surabaya Menuju Satu Data, Pemutakhiran DTSEN Dimulai 1 Oktober

“Pejabat jadi bingung harus loyal ke siapa. Ini memicu kasak-kusuk birokrasi yang akhirnya mengganggu pelayanan kepada masyarakat,” tambahnya.

Sebagai langkah solutif, Toha meminta Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) turun tangan untuk menyelesaikan konflik yang terbuka ini. Ia menekankan pentingnya peran Kemendagri dalam pembinaan dan pengawasan pemerintahan daerah, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.

“Jika ada pelanggaran, Kemendagri bisa memberi sanksi administratif, bahkan meminta perbaikan kebijakan agar pemerintahan tetap berjalan stabil,” tegasnya.

Toha menekankan komunikasi yang sehat dan saling menghormati peran masing-masing adalah kunci utama menjaga stabilitas pemerintahan daerah.

“Bupati dan wakilnya harus duduk bersama, bukan saling jegal. Yang jadi korban konflik ini bukan mereka, tapi rakyat,” pungkasnya.

Artikel ini telah dibaca 23 kali

badge-check

Reporter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

Kasus Sosraperda Kian Menegang di Lingkaran Politik

17 November 2025 - 09:13 WIB

Pemerintah Provinsi Akan Lebih Tepat Sasaran dalam Salurkan Bantuan, Begini Langkahnya

15 November 2025 - 15:06 WIB

DPRD Lumajang dan Jawa Timur Bersinergi Bangun Desa Sumbersuko

15 November 2025 - 14:09 WIB

Program 2026 Disiapkan, Sumbersuko Siap Tingkatkan Kesejahteraan Warga

15 November 2025 - 14:01 WIB

Ratih Damayanti Dorong Desa Sumbersuko Mandiri, Tangguh, dan Berdaya Saing

15 November 2025 - 13:53 WIB

DPRD Jatim Dorong Optimalisasi PAD di 38 Kabupaten-Kota Meski Ada Pemangkasan Anggaran

9 November 2025 - 15:17 WIB

Trending di Politik