Lumajang, – Pemerintah kembali dihadapkan pada potret kebocoran anggaran subsidi yang mengkhawatirkan. Dari kasus penimbunan solar subsidi di Lumajang yang berhasil diungkap Bupati Indah Amperawati, terungkap bahwa sedikitnya 1.000 liter solar subsidi diselewengkan setiap hari, menyebabkan negara kehilangan Rp 6,7 juta per hari.
Jika dibiarkan, angka ini membengkak menjadi Rp 2,4 miliar per tahun hanya dari satu jaringan mafia BBM, dan itu belum menghitung potensi kasus serupa di daerah lain.
Area Manager Communication, Relations dan CSR Pertamina Patra Niaga Jatimbalinus, Ahad Rehadi, menjelaskan bahwa harga asli solar berada di angka Rp 13.500 per liter. Pemerintah kemudian menanggung subsidi sebesar Rp 6.700, sehingga solar dapat dijual di SPBU hanya Rp 6.800 per liter.
Saat solar subsidi jatuh ke tangan pihak yang tidak berhak termasuk penimbun dan perusahaan industri seluruh nilai subsidi tersebut berubah menjadi kerugian negara.
Dengan penyelundupan 1.000 liter per hari, maka subsidi yang hilang mencapai Rp 6.700 × 1.000 = Rp 6.700.000 per hari. Rp 6,7 juta × 365 hari = Rp 2.445.500.000 per tahun.
Kasus ini terungkap saat Bupati Indah melakukan operasi tangkap tangan terhadap truk bernomor polisi N 9407 UN yang dikendarai UP, warga Jogoyudan. Truk tersebut kedapatan mengangkut 1.000 liter solar subsidi menggunakan lebih dari 10 barcode yang dipakai secara bergantian.
Solar yang diisi melalui tangki truk kemudian dipindahkan ke tandon tersembunyi di bak menggunakan mesin penyedot. Setiap tetes dari 1.000 liter itu adalah subsidi negara yang dialihkan secara ilegal. “Masyarakat juga rugi, seperti beberapa waktu yang lalu terjadi antrean panjang karena solarnya habis,” ucap dia.
Dengan harga beli Rp 6.800 dan harga jual ilegal Rp 9.000–20.000, rantai mafia BBM menikmati keuntungan besar, Rp 1.900 per liter, kalau ditotal Rp 1,38 miliar per tahun. Sedangkan untuk perusahan, penghematan Rp 11.000 per liter, totalnya Rp 8 miliar per tahun.
Sementara itu, masyarakat harus menghadapi antrean panjang, kelangkaan solar, dan terganggunya kegiatan ekonomi akibat stok yang cepat habis.
“Antrean yang sempat terjadi beberapa waktu lalu adalah dampak dari solar yang diambil mereka yang tidak berhak,” ucap Bupati Indah.
Tinggalkan Balasan