Lumajang, – Pemotongan dana transfer dari pemerintah pusat sebesar Rp266 miliar untuk Kabupaten Lumajang pada tahun 2026 tidak hanya menjadi pukulan fiskal bagi pemerintah daerah, tapi juga peringatan keras akan rapuhnya ketergantungan fiskal daerah terhadap pusat.
Selama ini, seperti banyak kabupaten lain di Indonesia, Lumajang masih sangat bergantung pada dana transfer dari pusat baik berupa Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), maupun Dana Bagi Hasil (DBH).
Ketua DPRD Lumajang, Oktafiyani, pemangkasan sebesar Rp266 miliar itu berdampak langsung pada kemampuan daerah dalam membiayai agenda pembangunan. Dalam kondisi seperti ini, prioritas pun terpaksa dialihkan ke sektor esensial seperti kesehatan dan pendidikan.
Baca juga:Tak Hanya Tembakau, Petani Cabai Lumajang Kini Nikmati Dana DBHCHT
“Prioritas kita menyesuaikan anggaran itu yang jelas. Bahwasanya anggaran itu digunakan sebaik-baiknya untuk hal yang darurat. Kesehatan dan pendidikan harus diutamakan,” ujarnya, Kamis (9/10/2025).
Namun lebih dari sekadar penyesuaian, situasi ini mencerminkan realitas struktural: daerah belum sepenuhnya berdaulat secara fiskal. Ketika pusat menarik sebagian dananya, daerah limbung. Artinya, kemandirian fiskal belum benar-benar tercapai.
Baca juga: Pemkot Surabaya Terapkan Skema Cicilan Proyek untuk Efisiensi Anggaran
Bupati Lumajang, Indah Amperawati Masdar, pun mengisyaratkan pentingnya mencari sumber pendapatan alternatif melalui optimalisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD), termasuk potensi sektor pariwisata dan retribusi.
“Kita semua, baik eksekutif maupun legislatif, berupaya meningkatkan PAD dari potensi-potensi wisata dan yang lain,” kata Indah.
Tinggalkan Balasan