Surabaya, – Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya melayangkan Surat Peringatan (SP) 2 kepada pengelola empat titik pasar di kawasan Tanjungsari, Kecamatan Asemrowo.
Langkah ini diambil karena pengelola dianggap tidak merespons SP 1 yang sebelumnya telah diberikan, dan hingga kini belum ada pembenahan terhadap pelanggaran yang terjadi.
SP 2 diberikan kepada pengelola pasar yang beroperasi di gudang nomor 36, 47, 74, dan 77. Pemkot memberikan waktu selama 7 hari untuk menertibkan dan menyesuaikan aktivitas pasar sesuai izin. Jika tenggat waktu tersebut diabaikan, maka penataan hingga penertiban akan dilakukan.
Baca juga: Polrestabes Surabaya Bantah Terima Upeti Rp 120 Juta dalam Kasus Narkoba
“SP 1 kami berikan ke empat pasar di sana. Namun tidak ada satu pun pengelola yang merespons. Sehingga SP 2 kami berikan ke mereka,” tegas Kepala Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah, serta Perdagangan (Dinkopumdag) Surabaya, Febrina Kusumawati, Minggu (24/8/25).
Febrina mencontohkan salah satu pelanggaran serius terjadi di gudang nomor 77, yang memiliki izin sebagai pergudangan industri, namun justru digunakan sebagai pasar rakyat.
Baca juga: Bebaskan 57 Ribu Warga dari PBB, Pemkot Malang Klaim Tak Ganggu PAD
Menurutnya, hal ini berbahaya karena menimbulkan keramaian di kawasan yang tidak dirancang untuk aktivitas perdagangan.
“Tidak boleh ada aktivitas perdagangan di sana. Ini membahayakan dan tidak sesuai dengan peruntukannya,” tegasnya.
Sementara itu, gudang nomor 36, meskipun memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB) untuk pasar grosir, justru di lapangan beroperasi layaknya pasar induk, dengan transaksi partai besar yang tidak sesuai dengan fungsi awal.
“Jadi, masalahnya berbeda-beda di tiap lokasi. Namun intinya, semua tidak sesuai izin,” tambah Febrina.
Baca juga: Naik Kelas dari Mikro ke Kecil, UMKM Malang Didorong Capai Omzet Rp5 Miliar
Pemkot Surabaya juga menawarkan solusi relokasi bagi para pedagang yang terdampak penertiban. Hal ini dilakukan agar mereka tetap bisa menjalankan usaha secara legal dan aman.
“Kami tawarkan relokasi ke lokasi yang sesuai aturan. Tapi kalau dalam tujuh hari ke depan tidak ada perubahan, kami lakukan penataan dan penertiban,” ujar Febrina.
Langkah tegas ini, menurutnya, adalah bentuk perlindungan terhadap warga dan konsumen, serta untuk memastikan seluruh aktivitas pasar berjalan sesuai dengan regulasi yang berlaku.
Ultimatum SP 2 ini menjadi peringatan keras bagi pengelola pasar agar segera membenahi aktivitas yang tidak sesuai izin. Pemkot tidak akan segan mengambil tindakan administratif maupun hukum bila pelanggaran terus dibiarkan.
“Ini bukan sekadar soal administrasi. Tapi tentang keamanan dan keteraturan kota. Kami bertindak untuk melindungi semua pihak,” pungkas Febrina.
Tinggalkan Balasan