Puisi “Tiada Luka Abadi” Karya Rayyan Aulia R: Sebuah Karya Sastra yang Menggugat Ketidakadilan dan Keserakahan - Laman 2 dari 3 - Lensa Warta

Menu

Mode Gelap
Tak Perlu ke Jember, Layanan Paspor Segera Hadir di Mal Pelayanan Publik Lumajang Sholawat Menggema di Nguter, Bupati Lumajang Ajak Warga Bangun Desa dengan Doa Bupati Lumajang: Keamanan dan Karakter Bangsa Dibangun Bersama, Dimulai dari Akar Pariwisata Ramah Lingkungan dan Perlindungan Lahan Jadi Fokus Legislasi Baru Lumajang Tari Topeng Kaliwungu Tampil Kolosal, 500 Pelajar Lumajang Guncang Panggung Budaya Nusantara

Pendidikan · 9 Jan 2024 18:17 WIB ·

Puisi “Tiada Luka Abadi” Karya Rayyan Aulia R: Sebuah Karya Sastra yang Menggugat Ketidakadilan dan Keserakahan


 Ilustrasi Photo AI Tim Lensa Warta Perbesar

Ilustrasi Photo AI Tim Lensa Warta

Bait pertama: Penulis menyatakan bahwa ia tidak merasa tenang dengan situasi dunia yang belum senang, yaitu dunia yang masih mengalami konflik, ketimpangan, dan ketidakadilan.

Penulis merasa tidak bisa diam dan hanya menjadi penonton, sementara keadilan yang seharusnya ditegakkan telah dibungkam oleh pihak yang berkuasa, yang mungkin memiliki kepentingan tertentu atau tidak peduli dengan nasib orang lain.

Ilustrasi Photo AI Tim Lensa Warta

Ilustrasi Photo AI Tim Lensa Warta

Bait kedua: Penulis menyatakan bahwa ini bukan masalah pribadi, yang berarti penulis tidak memiliki motif atau agenda terselubung dalam menulis puisi ini. Penulis juga menyatakan bahwa ini bukan masalah mengapa, yang berarti penulis tidak mencari alasan atau pembenaran untuk situasi dunia yang buruk.

Penulis menyatakan bahwa ini adalah masalah kita semua, yang berarti penulis mengajak pembaca untuk merasakan dan memperhatikan kondisi dunia yang mempengaruhi kita semua. Penulis juga menyebutkan luka lama dendam nyata, yang berarti penulis mengungkapkan bahwa banyak orang yang telah terluka oleh ketidakadilan dan keserakahan, dan masih menyimpan dendam yang nyata, yang mungkin bisa memicu konflik atau kekerasan lebih lanjut.

Fakta Tentang Kenaikan Gaji Pensiun 2024

Bait ketiga: Penulis menanyakan kepada pihak yang berkuasa, apakah mereka berpikir tentang akibat dari tindakan mereka. Penulis menyatakan bahwa kita sekarang merugi, yang berarti penulis menunjukkan bahwa banyak orang yang mengalami kerugian, baik secara materi, moral, maupun spiritual, akibat dari ketidakadilan dan keserakahan yang terjadi.

Penulis menyalahkan ego seorang, yang berarti penulis menunjuk kepada orang yang berkuasa, yang mungkin memiliki ego yang tinggi dan tidak mau mendengarkan atau menghormati orang lain. Penulis juga menyebutkan nafsu liar itu buta, yang berarti penulis mengkritik nafsu atau ambisi yang berlebihan dari orang yang berkuasa, yang membuat mereka tidak melihat atau mengabaikan dampak negatif dari tindakan mereka.

Penulis juga menyatakan bahwa didalamnya kau bertahta, yang berarti penulis mengejek orang yang berkuasa, yang mungkin merasa dirinya sebagai raja atau penguasa yang tidak bisa disentuh atau dikritik.

Artikel ini telah dibaca 172 kali

badge-check

Reporter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

Santri di Lumajang Jadi Pelopor Gerakan Lingkungan Melalui Program Eco Pesantren

1 Juli 2025 - 16:04 WIB

Pendaftaran Jalur Prestasi SPMB SMP Surabaya 2025: Orang Tua Diminta Tenang, Masih Ada Jalur Lain

30 Juni 2025 - 16:20 WIB

Kampus UNEJ Hadir di Lumajang, Buka Akses Pendidikan Tinggi Kawasan Tapal Kuda

21 Juni 2025 - 13:48 WIB

Audensi Kadin dan Bupati Lumajang: Jembatan Baru Antara Pendidikan Vokasi dan Dunia Industri

17 Juni 2025 - 17:53 WIB

Investasi Masa Depan Pesantren: Kolaborasi STAIBU dan LPPD Jatim Perkuat Pendidikan Tinggi

14 Juni 2025 - 11:44 WIB

Sekolah Gratis untuk Semua Anak Lumajang: Harapan Besar di Tengah Penantian Juknis

14 Juni 2025 - 09:36 WIB

Trending di Pendidikan