Jember, – Tekanan ekonomi kembali menjadi faktor dominan yang memicu retaknya rumah tangga di Kabupaten Jember. Data Pengadilan Agama (PA) Jember mencatat, dari total 5.068 perkara perceraian sepanjang Januari hingga Oktober 2025, sebanyak 3.653 kasus dipicu masalah ekonomi keluarga.
Humas PA Jember, Mohammad Hosen, mengatakan tingginya angka perceraian akibat tekanan ekonomi mencerminkan dampak berkelanjutan dari pandemi dan kenaikan biaya hidup yang dirasakan banyak keluarga.
Baca juga: Program Mlijo Cinta Jember Terancam Gagal Serap Anggaran Rp 12,6 Miliar
“Banyak pasangan yang akhirnya tidak mampu bertahan karena kondisi ekonomi yang sulit. Kami berharap suami istri bisa mencari jalan keluar bersama sebelum menempuh jalur hukum,” ujar Hosen saat dikonfirmasi, Sabtu (8/11/2025).
Selain faktor ekonomi, PA Jember mencatat penyebab lain perceraian, antara lain perselisihan dan pertengkaran terus-menerus sebanyak 1.139 kasus, serta 146 kasus karena salah satu pihak meninggalkan pasangannya.
Baca juga:Legislator Jember: Ketidakhadiran Kades Tanda Lemahnya Dukungan Terhadap Program Bupati
Pada Oktober 2025 saja, tercatat 555 perkara perceraian dengan rincian 391 kasus karena ekonomi, 125 akibat pertengkaran, 14 kasus KDRT, 15 kasus meninggalkan pasangan, dan beberapa kasus unik seperti kawin paksa, murtad, judi, dan mabuk.
Dari total perkara perceraian yang diputus sepanjang sepuluh bulan pertama 2025, 5.908 kasus merupakan perceraian dengan rincian 1.298 cerai talak (permohonan dari suami) dan 4.610 cerai gugat (gugatan dari istri).
Hosen menambahkan bahwa tingginya angka cerai gugat menunjukkan bahwa inisiatif perceraian mayoritas datang dari pihak istri, khususnya dipicu faktor ekonomi.
“Tren ini sudah berlangsung beberapa tahun terakhir. Masalah ekonomi masih menjadi penyebab terbesar yang memicu gugatan cerai,” jelasna.
Tinggalkan Balasan