Jember, – Dugaan manipulasi atau fraud klaim Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di tiga rumah sakit di Kabupaten Jember memasuki babak baru.
Advokat Moh. Husni Thamrin resmi melaporkan sejumlah pihak ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Jember, dengan membawa berkas dan sejumlah dokumen yang ia sebut menguatkan adanya praktik pencurian uang negara melalui skema mark up dan manipulasi data pasien.
Thamrin menegaskan bahwa dugaan mark up klaim JKN tersebut tidak bisa dianggap sebagai kesalahan administratif semata.
Menurutnya, temuan itu menunjukkan adanya pola sistematis yang harus dibuka secara terang, terlebih karena dana yang digunakan merupakan uang publik.
“Ini uang negara. Ada unsur korupsi dan harus dipertanggungjawabkan secara pidana,” tegasnya.
Laporan yang diajukan Thamrin ditujukan kepada Kepala BPJS Kesehatan Cabang Jember, mantan Plt Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Jember, Ketua Komisi D DPRD Jember, serta seorang dokter spesialis ortopedi yang bertugas di salah satu rumah sakit di Jember.
Ia menyebut, dugaan keterlibatan masing-masing pihak itu kini menjadi kewenangan kejaksaan untuk ditelusuri lebih lanjut melalui proses penyelidikan.
Dugaan fraud ini pertama kali mencuat pada akhir September lalu, ketika BPJS Kesehatan Jember menemukan indikasi manipulasi klaim di tiga fasilitas kesehatan.
Namun, Thamrin menilai penanganan internal BPJS tidak cukup transparan. Ketertutupan itu mendorongnya mengirim surat resmi kepada Gubernur Jawa Timur dan Bupati Jember untuk meminta audit menyeluruh.
Baca juga: Tekanan Ekonomi Jadi Pemicu Utama 3.653 Perceraian di Jember Sepanjang 2025
Dari balasan surat tersebut, teridentifikasi tiga rumah sakit yang masuk dalam temuan, yakni RS Siloam Jember, RSD Balung, dan RS Paru Jember.
Menurut Thamrin, temuan internal BPJS tersebut sebenarnya menunjukkan adanya mark up dan manipulasi data pasien yang seharusnya dipertanggungjawabkan secara hukum. Sayangnya, ia menuding tidak ada keseriusan dalam forum hearing Komisi D DPRD Jember untuk membawa kasus ini ke ranah pidana.
“RDP itu malah jadi forum curhat rumah sakit. Tidak fokus pada kasus BPJS. BPJS dan pimpinan Komisi D justru mengaburkan. Kasus dianggap perdata biasa dan selesai kalau kerugian dikembalikan,” ujarnya.
Thamrin juga mengungkap adanya pertemuan tertutup sehari sebelum hearing antara BPJS, Komisi D DPRD, dan Dinas Kesehatan.
Baca juga: Program Mlijo Cinta Jember Terancam Gagal Serap Anggaran Rp 12,6 Miliar
Ia menilai pertemuan itu mengaburkan substansi persoalan dan memperbesar kecurigaan adanya upaya meredam skema penyimpangan klaim.
“Ini bukan hanya soal administrasi yang keliru, tapi ada indikasi sistematis yang harus diusut. Uang negara yang sudah dicuri tetap menjadi bukti adanya dugaan korupsi meski nanti dikembalikan,” tegasnya.
Dengan melaporkan kasus ini ke Kejari Jember, Thamrin berharap aparat penegak hukum dapat melakukan penyelidikan dan penyidikan secara lebih independen dan terbuka. Ia menilai langkah ini penting untuk memberi kepastian kepada publik terkait penggunaan dana kesehatan yang selama ini menjadi sandaran masyarakat.
“Selanjutnya biar kejaksaan yang melakukan penyelidikan dan penyidikan,” pungkasnya.
Tinggalkan Balasan