Lensawarta.com, – Kejagung resmi menetapkan Nadiem Anwar Makarim (NAM) sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan laptop Chromebook senilai Rp9,3 triliun di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) pada periode 2019–2022.
Penetapan ini menandai kejatuhan mengejutkan dari seorang figur publik yang selama ini dikenal sebagai simbol inovasi dan reformasi pendidikan nasional.
Penetapan status tersangka diumumkan oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Anang Supriatna, pada Kamis (4/9/25). Nadiem merupakan tersangka kelima dalam kasus ini, setelah sebelumnya empat pejabat lainnya lebih dulu dijerat hukum.
Baca juga: Dugaan Korupsi Sosperda DPRD Jember Masuk Babak Baru, Tersangka Segera Diumumkan
“Dari hasil pendalaman pemeriksaan terhadap para saksi, penyidik menetapkan tersangka baru dengan inisial NAM,” kata Anang.
Nadiem Makarim, mantan CEO Gojek yang diboyong Presiden Joko Widodo ke kabinet sebagai Mendikbudristek pada 2019, sempat dielu-elukan sebagai angin segar bagi dunia pendidikan.
Program-program seperti Merdeka Belajar dan digitalisasi pendidikan membuatnya populer, khususnya di kalangan pendukung reformasi birokrasi.
Baca juga: DLH Lumajang Tunda Penataan Taman Anak dan Parkir
Namun, kini citranya runtuh. Berdasarkan hasil penyidikan Kejagung, Nadiem diduga terlibat aktif dalam mendorong pengadaan Chromebook produk dari Google sejak awal 2020, meski uji coba di tahun sebelumnya dinyatakan gagal di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, terluar).
“Pada Februari 2020, NAM melakukan beberapa kali pertemuan dengan pihak Google Indonesia. Hasilnya, disepakati bahwa produk Chromebook akan digunakan untuk program pendidikan nasional,” ujar Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Nurcahyo.
Lebih lanjut, pada 6 Mei 2020, Nadiem disebut menggelar Zoom Meeting dengan jajaran internal Kemendikbud dan mewajibkan penggunaan Chromebook untuk seluruh pengadaan perangkat TIK. Padahal saat itu proses pengadaan belum dimulai.
Surat dari Google sebelumnya juga tidak direspons oleh menteri terdahulu, karena dianggap tidak sesuai dengan kebutuhan pendidikan di daerah.
Namun, Nadiem justru membalas surat tersebut dan memberi lampu hijau, meski kondisi teknis di lapangan menunjukkan keterbatasan infrastruktur yang signifikan.
Keputusan itu kemudian diikuti dengan penyusunan juknis dan juklab oleh jajaran direktur pendidikan dasar dan menengah, yang spesifik mengarah pada spesifikasi Chrome OS.
“Ada upaya sistematis untuk mendorong produk tertentu sejak awal. Ini menjadi titik krusial dugaan korupsi dalam kasus ini,” tegas Nurcahyo.
Tinggalkan Balasan